Betapa
risaunya saat pikiran dan rasa sedang dihadapi dengan gumpalan masalah, yahh..
gumpalan masalah yang terlilit menjadi satu , menggumpal, dan terus menumpuk. Ingin
rasanya ku teriak sekuat-kuatnya di atas puncak. “aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrgggggghhh…………..!!!”.
Tentu dengan ekspresi yang wah banget. Ku berdiri, menatap ke depan, ku sapu
pandangan sekitar, menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan,
kemudian ku teriak di puncak tersebut, suaranya menggema dan menghilang
perlahan. Ku pejamkan mata, dan mengulang teriakkan sampai ku merasa lepas dan
plong. Tangisku tumpah, membasahi pipi hingga ku lepaskan beban pikiran yang
selama ini menjejali hari-hari, menyesakkan dan menyeretku ke dalam lubang
kuasa perasaan kalut. Tertatih dan terus terseret sampai ku merasakan depresi
berat. Suasana lingkungan yang sangat tidak mendukungku. Orang-orang sekitar
yang malah membuatku semakin stress—broken
home. Ditambah lagi dengan broken
hearth. Hufh.. yah kehilangan seseorang yang sangat menjadi inspirasiku—boyfriend.
Apalah daya, ku hanya manusia biasa yang tidak dapat lepas dari pusaran cobaan.
Ku percaya Tuhan membuat skenario hidupku agar menjadi hamba-NYA yang semakin
taqwa. Rentetan cobaan itu terus membayangi hariku; broken home, broken hearth, bahkan baru-baru ini ada cobaan
terbaru; kehilangan kepercayaan sahabat. Mereka juga malah menambah daftar
cobaan, betapaku sangat risau dan galau. Saatku sangat memerlukan ada yang mau
menemani; teman-teman, malah mereka menjauhiku karena kesalahpahaman. Sangat membuatku
sesak dan galau tingkat galaksi. Kemana lagi ku berbagi selain pada-MU yaa Robb
?????.
Menangis
tidak akan membuat situasi berubah menjadi surga impian, malah semakin larut
dalam relung kegalauan. Kecengenganku ini bukanlah suatu prestasi, tapi
kelemahan. Ku berharap ada lomba menangis paling galau sedunia haa…haa..haa…
hedeehh.. impossible. Hampir setiap hari ku ditemani tangisan walaupun tidak
seperti bayi nangisnya—hanya aku dan Tuhan yang tahu aku menangis. Entah di
rumah atau di jalan saat berkendaraan atau pernah juga saatku di kampus atau
perpustakaan daerah, hemmmm.. ko dimana-mana nangis ??? yahh.. jawabnya aku
tidak menangis seperti tangis biasanya, tapi hanya sekilas, misalnya mataku
berkaca-kaca (haa..haa..mata ko bisa ngaca yaa??? ^_^) jika mengingat momen
yang membuatku pernah bahagia—suka cita/duka cita bersama someone. Hihiiihi..cengeng
banget saya ya.. semoga someone tersebut bisa mendengarkan cerita ini dan
semoga ia bahagia dengan hidupnya sekarang yang sudah tidak ada masuk ke dalam
kehidupanku lagi. Apapun keputusanmu, aku mencoba ikhlas dan lapang. Do’akan
saja aku semoga kuat menghadapi ini. Jangan lupakan aku, walau sekarang kau
sudah bersama wanita baru. Semoga kesalahpahaman dulu dapat terungkap dan
membuka hatimu.
Haus
sekali, yah..aku haus akan kasih sayang dari kerabat-kerabat, terutama
keluarga. Aku yang sekarang banyak dinilai berbeda dari sebelum putus dengan si
dia. Aku yang sekarang lebih sensi-an, lebih mudah marah, dan tidak mau
mendengarkan masukan orang. Aku yang sekarang memandang dunia ini sangat
berubah, padahal sesungguhnya akulah yang berubah, bukan dunia ini. Andai saja
ku bisa menerima lebih cepat kenyataan ini, mungkin tidak akan selarut ini
kesedihanku. Hari-hari ku isi dengan kesibukkan; kerja setelah pulang dari kuliah,
mengerjakan tugas dengan kawan-kawan, atau main-main dengan anak kucing
tetangga, lebih menyibukkan diri membersihkan rumah saat hari minggu/libur,
menulis. Bahkan ortuku sempat kesal karena ku keasyikan menulis di NB,
sedangkan kerjaan di rumah belum dilaksanakan. Dimarahi panjang sekali kayak
kereta api, sampai setengah jam, yaa kepalaku ini jadi semakin kacau saat
seperti itu, ku hanya bisa diam dan mendengarkan ortu. Sampai akhirnya ku
sangat sakit kepala/pusing. Ku hanya ingin hiburan sehingga ku sering menambah
kebiasaan menulis itu dan menyepelekan tugas rumah. Aku hanya ingin mengungkapkan
perasaan lewat tulisan, karena tidak ada teman/seseorang yang mendengarkanku,
betapa sesaknya pikiran jika tidak dikelurkan lewat sharing. Ku hanya ingin rasa kasih sayang dan perhatian dari
orang-orang yang ku cintai. Ku ingin dimengerti, ku juga perlu wahana untuk
menyampaikan perasaan ini. Ku perlu orang yang mau mendengarkan cerita ini. Sehingga
ku sering menghabiskan waktu dengan menulis jika ada waktu kosong.